Purwokerto di Bulan Februari
Di kota kecil ini kala langit cerah di bulan Februari, hal yang jarang bukan? Memang!! Di kota ini, tahun lalu seperti berada dalam ruangan penyejuk. Sejuk dan cerah, sampai aku hanya duduk terpaku menatap langit di sofa depan balkon lantai tiga saat itu. Hal yang sangat jarang terjadi saat musim penghujan di kota itu.
Lamunan terus dan terus berpetualang dalam kepala ini. Sampai akhirnya datang sebuah permadani putih menjemput. Siapa itu? Iya itu Kau dan suaranya sudah terdengar dari ujung persimpangan, yang berpadu dengan riuh angin saat itu. Terlihat seperti baik-baik saja dan hangat. Sampai akhirnya riuh angin berubah menjadi badai. Menyapu semua kenangan, kemudian menyisakan luka.
Di jalan kota itu, luka kemudian menguning bersama mentari dan kejamnya matamu. Kita seperti sore, berpisah perlahan seperti matahari dan langit. Semakin jauh semakin tak terlihat, semakin terbenam dan hilang. Akankah luka itu muncul lagi seperti matahari yang esok terbit?
,
,
Kala luka lalu, kini aku hanya ingin berkata,
“Udara mana yang kini kau hirup?
Hujan seperti apa yang kini kau peluk?”
Seperti penggalan lirik lagu “kota” yang saat ini aku dengar. Sekian~
0 comments:
Post a Comment