Emile Durkheim (Resume Singkat)


David Emile Durkheim lahir 15 April 1858-15 November 1917 pada umur nya yang ke 59 tahun. Dikenal sebagai pencetus sosiologi modern. Ia pendiri fakultas sosiologi pertama di universitas Eropa tahun 1895. Emile Durkheim dan karl Marx merupakan peletak dasar-dasar teori strukturalisme dalam sosiologi. Keduanya memfokuskan analisis di dalam struktur masyarakat bukan pada individunya. Keduanya juga melihat struktur masyarakat yang membentuk dan mempengaruhi individu bukan sebaliknya. Namun dibalik kesamaan ini ada pemikiran mereka yang bertolak belakang yaitu dalam hal metodologi.

Emile Durkheim dan positivismenya sejak awal melihat penelitian dalam ilmu sosiologi seharusnya memiliki disiplin yang serupa dengan penelitian ilmu alam. Penelitian sosiologi harus berdasarkan fakta-fakta objektif dan bukan sekedar asumsi, opini, atau spekulasi. Pemikiran Durkheim tentang metodologi dituangkan dalam bukunya The Rules Of Sociological Method (1895/1966). Buku ini merupakan buku kunci untuk penelitian sosial yang menggunakan pendekatan positivisme. (Neuman, 2003:71). Menurutnya, untuk bisa menghasilkan penelitian sosial yang serupa ilmu alam terlebih dahulu harus dibuat rumusan apa saja obyek yang bisa diteliti dalam penelitian sosial. Untuk itu ia membuat definisi tentang fakta sosial. Pertama-tama fakta sosial haruslah diperlakukan seperti benda mati. Dengan itu, fakta sosial akan menjadi objek yang bisa diamati, diukur, dan dibandingkan. Meski demikian, tidak setiap gejala sosial adalah fakta sosial yang bisa dijadikan objek dalam penelitian sosiologi. Suatu gejala sosial bisa menjadi fakta sosial dan menjadi objek penelitian sosiologi jika memenuhi syarat.
Syarat pertama adalah terjadi di luar individu (Durkheim, 1966: 3). Durkheim menyebut fakta sosial bisa berupa aturan, norma, gejala, atau perilaku yang berada di luarindividu. Artinya, fakta sosial bukanlah sesuatu yang berupa pikiran atau kondisi kejiwaandari individu. Meski demikian, tidak serta merta setiap fenomena sosial yang terjadi di luarindividu adalah fakta sosial. Durkheim merumuskan syarat kedua fakta sosial yakni harusbersifat umum (Durkheim,1966:7). Bersifat umum di sini artinya, fenomena tersebut tidak hanya terjadi pada satu atau dua individu saja. Gejala sosial baru bisa disebut fakta sosial jikatelah menjadi fenomena umum yang terjadi dalam masyarakat tertentu.
Pemikir Sosiologi yang menulis buku Emile Durkheim: His Life and Work, Steven Lukes, memilah fakta sosial yang terjadi di luar individu dalam dua kelompok, material dan non material (Ritzer, 1996: 79). Fakta sosial yang sifatnya material antara lain masyarakat,komponen dari struktur masyarakat seperti agama dan negara, komponen morfologi dalam masyarakat, seperti penyebaran populasi, dan perjanjian rumah tangga. Sementara fakta sosial yag sifatnya non material adalah moral, kesadaran kolektif, perwakilan kolektif, dan arus sosial (social currents).
Dalam satu penelitiannya yang terkemuka tentang bunuh diri (Suicide,1897/1951), Durkheim melihat bunuh diri sebagai fakta sosial yang terjadi pada umat Katolik dan Protestan karena terjadi tidak hanya pada satu atau dua individu tapi pada banyak individu. Bunuh diri merupakan gejala sosial yang bersifat umum baik di kalangan Katolik maupun Protestan. Melalui penelitiannya, Durkheim terlebih dahulu mengukur lebih tinggi manatingkat bunuh diri antara umat Katolik dan Protestan. Setelah mengetahui bahwa tingkat bunuh diri di kalangan Protestan lebih tinggi daripada Katolik, penelitian dilanjutkan dengan mencari tahu mengapa bunuh diri di kalangan Protestan lebih tinggi dari pada kalangan Katolik. Jelaslah di sini, Durkheim tidak mengamati pelaku bunuh diri sebagai individu,melainkan sebagai bagian dari sistem sosial dalam hal ini agama. Individu hanyalah akibat dari struktur dan sistem masyarakat. Melalui penelitian Durkheim tentang bunuh diri diketahui bahwa tingkat bunuh diri dalam umat Protestan lebih tinggi dari pada umat Katolik karena rendahnya solidaritas sosial dalam masyarakat Protestan.
            Dari teorinya tentang fakta sosial dan bagaimana ia meneliti tingkat bunuh diri, jelaslah Durkheim seorang empiris. Ini sejalan dengan keinginan Durkheim agar sosiologi menggunakan dasar-dasar penelitian seketat ilmu alam dengan meneliti obyek konkret yang bisa dilihat, diukur, dan dibandingkan. Prinsip empirisme yang membedakan Durkheim dengan Auguste Comte dan Herbert Spencer yang lebih dulu mengenalkan positivisme (Neuman, 2003: 71). Dengan empirisme, Durkheim telah menarik garis tegas yang memisahkan sosiologi dan filsafat. Batasannya tentang fakta sosial juga telah memisahkan sosiologi dari psikologi yang menjadikan hal-hal internal di dalam individu sebagai obyek penelitiannya.
            Sebagai penganut positivisme, Durkheim menggunakan prinsip nomothetic dalam menjelaskan suatu gejala sosial. Nomothetic bisa diartikan sebagai upaya menjelaskan gejala sosial dengan hukum sebab akibat yang sifatnya umum (Neuman, 2003: 73). Itu artinya, setiap penelitian sosiologi yang menggunakan pendekatan positivisme merupakan penelitian deduksi yang menggunakan dasar teori pada awal penelitian, lalu membuktikan secara empiris, dan menghasilkan kesimpulan yang sifatnya generalisasi. Meski sifatnya generalisasi, Durkheim tetap percaya sebuah penelitian sosiologi yang ketat mengikuti rumusan-rumusan fakta sosial dan berdasarkan penelitian empiris tetap memiliki validitas tinggi, sebagaimana ilmu alam. Dan validitas tersebut hanya bisa dihasilkan jika peneliti bersikap obyektif, berjarak, dan bebas nilai.
            Keunggulan metodologi Durkheim ada pada empirismenya dan obyektivitas dalammelakukan penelitian. kelemahannya yaitu ia mengesampingkan bahwa perubahan itu ada dan menggangap fakta sosial sebagai benda mati. Sedangkan, Kelebihan utama metodologi Marx ada pada upayanya mengkritik dan mengubah struktur masyarakat untuk membebaskan manusia dari dominasi kelas borjuis dan kelemahannya teori ini terlalu bebas dalam meneliti.

Sumber : 


Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi : Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Edisi ke VIII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 

Share this:

, ,

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment